Sinopsis: Do’s and Don’ts

By Wallace Chuck from Pexels at CanvaPro



Menulis sinopsis adalah sebuah seni yang bisa dipelajari dan diperhalus melalui pengalaman. Seperti halnya sebuah seni, tak ada satu cara yang paling benar untuk menuliskannya. Setiap editor punya pendekatan berbeda-beda dan bisa menghasilkan sinopsis yang berbeda untuk buku yang sama.

Meski demikian tentu saja efek yang ingin dihasilkan lewat sinopsis itu tetap sama, yaitu meyakinkan konsumen untuk membeli/membaca buku tersebut. Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan dan dihindarkan dalam menulis sinopsis:

- Kumpulkan banyak informasi dan bahan pendukung
Sembari menyunting buku tersebut, catat kata-kata, kutipan, frase yang memunculkan ketertarikan. Buat catatan khusus untuk kata atau kalimat yang menunjukkan kekhasan karakter, latar tempat dan waktu cerita, tema utama dan gagasan inti yang dikemukakan buku tersebut. Meskipun bahan-bahan atau informasi itu tidak akan digunakan secara langsung dalam sinopsis yang dituliskan pada akhirnya, catatan itu akan sangat membantu untuk menyerap isi buku dan memikirkan pendekatan yang kreatif dan orisinal untuk menuliskan sinopsisnya.

- Jangan asumsikan calon pembaca telah mengetahui isi buku tersebut
Beberapa buku barangkali tampak memiliki isi yang mudah ditebak, pengarang yang dengan gagasan-gagasan yang sudah terkenal, atau tema yang begitu populer. Tapi walau bagaimanapun setiap buku itu pasti berbeda; komunikasikan perbedaan itu dalam sinopsis. Sampaikan keunikan buku itu dalam cara yang ringkas, apa yang membuatnya berbeda dari buku-buku pesaingnya.

- Jangan gunakan kalimat yang menimbulkan efek penolakan pada calon pembaca 
Kalimat-kalimat yang terlalu gamblang seperti “milikilah buku ini”, “belilah buku ini”, cenderung menimbulkan efek negatif pada calon pembeli karena mereka tidak melihat alasan yang menguntungkan secara pribadi—justru terkesan hanya menguntungkan penerbit. Gunakan kalimat yang membangkitkan alasan dalam benak mereka, yang membuat mereka berkata, “Saya harus membaca buku ini, saya harus memiliki buku ini, segera.”

- Buat beberapa draf alternatif, tulis lebih banyak daripada yang dibutuhkan
Dengan menggunakan catatan kalimat dan kutipan menarik dari buku itu, tulis beberapa draf sinopsis dengan sudut pandang dan pendekatan berbeda. Tulis sebanyak yang Anda bisa, bahkan melebihi panjang sinopsis yang diinginkan pada akhirnya. Selalu lebih mudah memotong tulisan panjang menjadi ringkas, dibandingkan menambah kalimat-kalimat belakangan.

- Beri perhatian khusus pada pembuka dan penutup
Konsumen hanya memiliki waktu yang sangat singkat untuk membuat keputusan pembelian di toko buku, sementara editor memiliki ruang sangat sedikit untuk mengungkap keistimewaan buku itu. Oleh karenanya, beri perhatian lebih pada kalimat-kalimat pembuka dan penutup. Awali sinopsis dengan kalimat pembuka yang menyedot perhatian seketika. Akhiri dengan kalimat yang membuat pembaca ingin mengetahui lebih banyak.

Selamat mencoba, dan silakan tambahkan tips lain yang kamu dapatkan dari pengalamanmu.

Komentar

  1. Saya dulu juga kerap belajar dari sinopsis yang telah dibuat oleh mas Haidar Bagir. Caranya adalah dengan membaca dan mencatat kata-kata unik yang digunakan oleh mas Haidar. Salah satu ciri sinopsis buatan mas Haidar adalah kekayaan dan keluasan kata. Saya menemukan kata "prolifik", "galaksi" pemikiran Islam, buku itu bagaikan "kapsul"--kecil tapi berkhasiat, dan kata-kata menarik lainnya ya belajar dari sinopsis yang dibuat mas Haidar. Benar kata Yulis bahwa menulis itu sebuah seni--bagaimana bermain dengan diksi. Salam.

    BalasHapus
  2. Setuju, menulis adalah sebuah seni. Sering sensasi yang kita rasakan serupa dengan sensasi setelah membuat lukisan, kerajinan plastisin/tanah liat, atau bahkan memasak (yang sungguh, percayalah, tidak sekadar memasukkan bahan-bahan sesuai resep ;))! Salah satu yang juga layak diperhatikan adalah perlunya menggunakan gaya yang "show" dan bukan "tell" dalam menunjukkan keistimewaan buku. Misalnya, "Tahukah Anda bahwa saat anak-anak, Lionel Messi pernah divonis tidak mungkin jadi pesepakbola karena tubuhnya yang terlalu mungil?" akan lebih menggugah ketimbang kalau kita tambah-tambah dengan (apalagi sekadar) menulis "Ternyata masa kecil para pemain sepakbola dunia sungguh menarik." Lebih baik membiarkan kalimat kedua muncul dengan sendirinya sebagai kesimpulan di hati pembaca, kan, daripada secara terang-terangan mendikte mereka? Maka di sinilah kita dituntut piawai dalam mencium info-info dalam buku yang menarik untuk kita comot (sebagai teaser) dan memasukkannya ke dalam sinopsis. Sinopsis memang diharapkan menggerakkan pembaca mengambil buku, dan kita perlu juga "mendikte", tapi sebaiknya mendiktelah dengan "nyeni" :)

    BalasHapus
  3. Menurut pengalaman saya, menulis itu juga "skill". Menulis identik dengan menyetir sepeda motor, berenang, menendang bola, membimbing seorang anak agar mau dan mampu membiasakan sejak dini membaca, berpidato, menggambar, dan berkomuniasi secara efektif.

    Di sekitar kita, tentu banyak sekali teori yang menunjukkan bagaimana caranya agar kita dapat menulis dengan baik. Namun, teori menulis tidak otomatis menjadikan diri kita terampil menulis. Memahami sebuah teori tetap penting karena ia akan mengembangkan pikiran dan wawasan kita. Tapi, yang membuat diri kita dapat terampil menulis ya latihan yang kontinu dan konsisten.

    Semoga Blog Editor Mizan ini dapat kita jadikan wadah untuk keperluan berlatih mengungkapkan pikiran kita sehingga dapat dibaca oleh banyak orang. Salam.

    BalasHapus

Posting Komentar