Utak-atik judul

By Tirachard Kumtanom from Pexels at CanvaPro


Dalam beberapa hari belakangan saya sedang berusaha menamatkan Misteri Air Mata Jerapah, novel detektif karya Alexander McCall Smith (Bentang, April 2006, 400 hlm.). Setiap kali terlihat sedang membaca buku itu, putri sulung saya selalu bertanya kenapa dijuduli seperti itu, ceritanya tentang apa?

Namun, setelah sampai pada halaman 250-an malam ini pun saya masih belum bisa menjawabnya. Masih belum bisa menjelaskan apa hubungan judul itu dengan ceritanya. Atau sekadar memastikan bahwa judul itu memang ada hubungan dengan ceritanya. Tapi ini menjadi contoh kasus menarik tentang penjudulan sebuah buku. Terus terang saya tertarik membaca buku ini karena judulnya yang unik dan bikin penasaran.

Membuat judul yang menarik hampir seperti sebuah misteri tersendiri. Ada orang yang bilang sebuah judul yang menarik itu harus singkat, deskriptif, gampang diingat. Namun tampaknya untuk setiap aturan, selalu ada pengecualian.

Ada buku berjudul panjang yang juga laris, misalnya The Curious Incident of the Dog in the Night Time karya Mark Haddon. Ada buku yang diberi judul aneh dan tidak menggambarkan isinya, seperti novel kedua dalam serial detektif wanita nomor satu karya Alexander McCall Smith di atas. Juga ada buku-buku yang judulnya sulit diingat (dan saya kesulitan menyebutkan contohnya karena memang sulit mengingatnya...).

Jadi bagaimana rumus menciptakan judul buku yang jitu? Sam Jordison, penulis sebuah kolom perbukuan di koran Inggris The Guardian menyebut "it's damn hard to come up with a good title." Namun tentunya tidak mustahil, dan kepekaan untuk menemukan judul yang menarik itu dapat diasah melalui pengalaman.

Ada sebuah contoh yang terjadi di dapur Mizan beberapa waktu yang lalu. Pertama ketika mencari judul untuk buku terakhir Karen Armstrong, The Case for God. Memang paling mudah untuk menerjemahkan begitu saja judul aslinya, atau bahkan menampilkan judul bahasa Inggrisnya sebagaimana kecenderungan banyak buku Indonesia belakangan. Atau memberi sedikit nuansa berbeda dari terjemahan judul itu.

Mengambil jalan mudah itu, saya melempar usulan pertama untuk menjudulinya menjadi Karen Armstrong Membela Tuhan. Namun judul ini tidak lolos restu petinggi Mizan. Untungnya ada ide cemerlang dari Tyas yang mengaitkan buku ini dengan dua buku Karen terdahulu, Sejarah Tuhan dan The Great Transformation: Awal Sejarah Tuhan. Dengan menarik garis sinambung dari kedua buku terdahulu itu, Tyas mengajukan usulan judul Masa Depan Tuhan, dan judul itulah yang akhirnya digunakan.

Contoh lain adalah penjudulan buku tentang penanganan penyakit jantung koroner. Berawal dari judul yang sangat formal, diskusi berkelok ke judul yang sedikit "main-main" seperti Berpacu dengan Maut, Berpacu dengan Izrail, namun akhirnya judul yang digunakan adalah Menaklukkan Pembunuh Nomor 1 (tentunya dilengkapi subjudul yang lebih formal dan menjelaskan isi bukunya).


Menciptakan judul yang menarik seperti bermain-main dengan ide, kata-kata, membolak-balik suatu gagasan dan melihatnya dari banyak sisi berbeda. Mencoba menempatkan diri sebagai pembeli, merasakan daya tarik apa yang bisa memikat ketika menghadapi buku itu di luar sana, barangkali seperti itulah proses berpikir yang terjadi ketika kita mencari judul.

Demikiankah?

Komentar

  1. Suatu kali saya pernah diminta untuk memberikan usulan tentang lomba menulis artikel. Saya bilang bahwa menilai isi artikel itu tetap penting. Namun, agar kegiatan lomba menulis artikel ini punya sesuatu yang baru dan berbeda, cobalah sekali-sekali menilai judul dari artikel yang ikut lomba.

    Bagi saya, judul sebuah tulisan (juga buku) dapat mencerminkan IDE-pokok yang dikandung oleh tulisan atau buku tersebut. Dengan membaca judul sebuah tulisan, kita dapat mendeteksi apakah ada ide yang baru atau tidak dalam tulisan tersebut.

    Tentu, untuk buku, sebagaimana dikatakan Yuli, selain ada judul-utama juga ada judul-tambahan (penjelas). Dalam sebuah buku, judul-utama dan judul penjelas ini dapat dieksplorasi lebih jauh dalam sinopsis atau blurb. Salam.

    BalasHapus
  2. Jawaban bagi misteri judul novel Alexander McCall Smith itu ternyata terdapat pada pengujung ceritanya. Simpel dan benar-benar nggak ada hubungan langsung dengan isi cerita secara keseluruhan (nggak saya bocorin, biar yang belum baca bukunya tetap penasaran). Dari kasus ini, kelihatannya untuk buku fiksi bisa saja dikasih judul yang sama sekali jauh dari inti cerita (tapi tetap ada kaitannya dengan salah satu bagian, walaupun kecil), yang penting memunculkan rasa ingin tahu pembaca.

    BalasHapus
  3. Menurut pengalaman saya setelah kurang lebih satu tahun berkecimpung menjadi editor... ternyata bagian yang paling rumit adalah: membuat sinopsis dan judul. Susah-susah gampang... :) tapi juga paling menarik dan menantang. Teringat betapa saya sering nyengir dan meringis, ketika rancangan saya dikembalikan oleh Mas Tyas, Mba Tutuk, dan Mba Yuli hihihi.... Apalagi kalau saya susah 'masuk' ke dalam bukunya, alamat deh bolak-balik bikin usulan sinopsis dan judul :)

    BalasHapus
  4. Kalau judulnya jauh dari inti cerita, atau hubungannya terlalu sedikit, apakah "Maryamah Karpov" juga termasuk kategori ini?

    BalasHapus
  5. @Esti: Saya menemukan konsep "mengikat makna" ya gara-gara dulu sering membuat judul dan sinopsis tapi kemudian dirombak atau diperbaiki oleh Mas Haidar Bagir. Bagi saya sinopsis adalah "ikatan makna" sebuah buku. "Makna" di sini berarti sesuatu yang penting dan berharga untuk diketahui oleh orang lain. Dan untuk mencapai sebuah "makna" yang sangat tingi (membuat orang lain terkesan terhadap sinopsis sebuah buku) ya memang kita harus terus berlatih menuliskannya. Selain berlatih, tentu saja membaca sinopsis-sinopsis yang telah dibuat orang lain--dan sinopsis itu memang mak nyuuus! (membuat kita kesetrum atau terhubung dengan ruh buku itu--sangatlah penting.

    BalasHapus
  6. @Indra: Saya tidak punya pengalaman dengan kegiatan menjuduli buku cerita atau fiksi. Ketika dulu saya menjadi editor, buku fiksi belum diterbitkan oleh Mizan. Qanita belum ada. Yang dimaksud Indra--karena menyinggung Maryamah Karpov--adalah judul buku fiksi kan? Yang ahli di Mizan mungkin ya Mbak Sari, Mbak Tutuk, dan Yuli. Saya berharap mereka-mereka ini benar-benar mengeksplisitkan pengalaman (tacit)-nya ketika dulu membuat judul untk buku fiksi. Tentu, harus dibedakan, antara membuat judul buku fiksi terjemahan dan yang merupakan karya asli.

    Menurut saya, MARYAMAH KARPOV itu judul yang terpaksa. Maksud saya, terpaksa dipakai karena telah diiklankan (dipublikasikan) sebagai karya tetralogi LASKAR PELANGI sebelum naskahnya rampung ditulis.

    BalasHapus

Posting Komentar