Harapan Saya….

By Pexels--2286921 from Pixabay at CanvaPro




BEST PRACTICES

Cikal bakal “Knowledge Management” antara lain ditandai oleh adanya perhatian terhadap apa yang disebut sebagai “best practices” yang dijalankan oleh para pelaku usaha dan karyawan, atau yang muncul dari hubungan antara karyawan dan pelanggan. Disebut “best” karena yang diambil adalah praktik-praktik yang membeirkan hasil (“outcome”) terbaik atau yang mampu meningkatkan keunggulan daya saing perusahaan.

Praktik-praktik tidak tertulis (“tacit knowledge”) itu biasanya hanya dipahami oleh orang yang mengalaminya. Jika orang itu sakit, berhenti bekerja, pindah kantor, atau pensiun, pengetahuan itu hilang begitu saja. Itulah “intangibles”; ia melekat pada “brain memory” dan “muscle memory” manusia. Tidak ada cara lain bagi kita untuk mengambil memori individu itu selain memindahkannya dari “tacit” (melekat pada manusia dalam bentuk ingatan, pengalaman, dan percakapan) menjadi “explicit” (tertulis). Setiap pengalaman (baik sukses maupun gagal) akan memberi pelajaran. Dan hal ini harus dicatat, dikumpulkan, dievaluasi, dan dijadikan referensi tertulis.

Dengan demikian, dalam “knowledge management”, perusahaan menerapkan cara-cara untuk mengidentifikasi, menciptakan, mengoreksi, mentabulasi, mendistribusikan, dan memperkuat upaya untuk mengadopsi segala “insights” dan pengalaman berharga. Dengan penerapan “knowledge management”, banyak hal berharga menjadi pengetahuan yang dapat direplikasi oleh orang-orang lain. Tentu saja ada prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu budaya disiplin, budaya mencatat (dalam bahasa saya “mengikat”—HH), budaya “sharing”, dan budaya belajar. Semua harus dapat dibentuk dengan “knowledge management”.

***

Saya sengaja mencuplik agak panjang dari buku Myelin karya Rhenald Kasali. Cuplikan saya itu berasal dari Bagian II, Bab 6 “Knowledge Management”, tepatnya di halaman 211. Ketika saya meminta Yuliani membuat blog-editor Mizan ini, hingga sekarang saya terus berharap agar blog ini—suatu saat, entah kapan—dapat menjadi wadah untuk menampung dan berbagi pelbagai “intangibles” (harta berharga yang tak kelihatan) yang dimiliki oleh Mizan.

Saya yakin Mizan punya kekayaan yang tak ternilai itu. Sayangnya, harta tersebut perlu dieksplisitkan lewat kegiatan menulis. Dalam istilah “knowledge management” harta itu masih berbentuk “tacit” sehingga, memang, perlu dieksplisitkan. Sesungguhnya, Yuliani sudah mengawali apa yang saya harapkan itu dengan dahsyat! (Thx banyak, Yuli). Saya merasakan dampaknya—apalagi setelah diikuti komentar-komentar pendek dari peserta blog ini.

Saya berharap teman-teman terus dapat merasakan manfaat blog ini dan kemudian terdorong untuk mengeksplisitkan (mengonstruksi lewat menulis) apa yang teman-teman miliki—yang masih tersimpan di dalam diri teman-teman sekalian. Saya yakin, ketika Anda menyunting (membaca dengan teknik tingkat tinggi) sebuah naskah yang akan Anda terbitkan, Anda sesungguhnya sedang membangun sesuatu yang penting dan berharga di dalam diri Anda.

Bayangkan jika yang Anda bangun di dalam diri Anda, yang masih berbentuk “tacit” itu, Anda eksplisitkan di blog ini. “Pokoke aku enteni mas dan mbak. Alon-alon asal kelakon yo....” (Tanya Mbak Tutuk jika tak paham). Salam.

Komentar